Jangan Jadi Katak Keempat

Pujangga besar Kahlil Gibran pernah mengisahkan hikayat empat ekor katak. Keempatnya sedang berada di atas sebatang kayu yang hanyut terbawa derasnya arus sungai. Perdebatan sengit terjadi di antara katak pertama, kedua dan ketiga. Setiap katak mempertahankan pendapatnya masing-masing mengenai apa yang sedang terjadi.

Continue reading “Jangan Jadi Katak Keempat”

HAI! APA KABARMU?*

Hai Apa Kabar? Lama tak jumpa….

Lalu diikuti dengan sejumlah pertanyaan kepo lainnya. Begitulah ritual ucapan bertemu mereka yang lama tak dijumpai. Katanya sekedar basa-basi, namun membanjiri telinga dengan pertanyaan yang menjadikan telinga itu sendiri seolah akan berteriak “Cepat bawa aku pergi dari sini”

Padahal, tidak mudah untuk bisa segera menjawab pertanyaan “apa kabar?”.

Continue reading “HAI! APA KABARMU?*”

Tujuh Bulan…

Halo pembaca yang budiman, Esti baru saja memutuskan untuk membuka laptop dan menuliskan isi kepalanya setelah sekitar tujuh bulan lamanya. 

I know … I know…, saya biasanya mengatakan hal yang sama persis berkali-kali setelah mengabaikan situs blog ini seperti anak tiri yang tidak diinginkan.  Saya telah berusaha untuk kembali menuliskan secara rutin seperti dulu sekali tapi terus terang, hal yang seperti itu sudah sangat sulit dilakukan saat ini. I miss it, ada kebebasan tertentu yang datang dengan blogging yang tidak bisa didapatkan dari giat lainnya entah itu membaca atau berbicara. Dengan menulis, saya cukup meluahkan ide dan pikiran dan entah bagaimana, dalam beberapa cara, saya merasa ide itu  akan menemukan muaranya dengan ditemukan oleh pembaca yang tepat.

Lantas apa yang terjadi dalam jangka waktu tujuh bulan? Banyak sekali!

Continue reading “Tujuh Bulan…”

Ketidakberdayaan Alami

Sudah sebulan sejak saya terakhir kali menulis. Sejujurnya, selalu ada banyak hal di kepala. Tapi selalu saja ada alasan yang lebih merajai untuk tidak duduk depan laptop dan mengetik seperti ini. Padahal, dunia sedang berada dalam masa-masa tidak mengenakkan bagi semua orang (kalau tidak bisa disebut genting, karena saya takut kata ‘genting’ itu juga terlalu hiperbolis). Dan rasanya ingin sekali mengomentari setiap keramaian kicauan di Twitter, lalu lalang status di Facebook, ataupun notifikasi video YouTube membahas semua hal yang tidak mengenakkan ini. Tetapi entah sejak ada janin di rahim ini, saya memang dilanda ketidakberdayaan yang akut. Dan ajaibnya, saya menerimanya, embracing all that helplessness.

Continue reading “Ketidakberdayaan Alami”

Penyakit yang Kumat di September

“Yang penting bukanlah meluruskan sejarah, melainkan menyibak tirai versi-versi sejarah yang pernah dibungkam karena tidak sesuai dengan versi penguasa masa itu.”

G30SPKI adalah sebuah memori kelam yang saya yakini akan lekang dalam memori bangsa ini terus menerus, dari generasi ke generasi. Dan ini bukan hanya karena telah terjadi penyiksaan brutal terhadap 7 tokoh militer tetapi juga tentang pembunuhan massal dan persekusi tiada henti terhadap korban sipil yang begitu banyaknya, hingga mungkin tak berlebihan disebut genosida.

Bahwa keterlibatan PKI ada, tentu saja, tapi berapa besar presentasinya dibandingkan keterlibatan elemen-elemen lain yang juga bermain dan bahkan mengambil manfaat besar dari tragedi ini? Dan tentu itu tidak dibicarakan orang-orang awam di negeri ini karena yang digembar-gemborkan hanyalah hantu PKI itu sendiri.

Continue reading “Penyakit yang Kumat di September”

3 Kebiasaan Baru

Tahun ini, Ramadan menyisakan jejak kebiasaan baru, salah satunya menulis setiap hari. Tentu saja ada peran keluarga besar Kompasianer di dalamnya, serta iming-iming hadiah kompetisi yang mungkin masih jauh dari jangkauan.

Tapi ternyata, bahkan setelah Ramadan pergi, dan pandemi masih tetap di sini (berlama-lama dan menertawakan orang-orang yang memaksa berwacana tentang kelaziman baru), saya sepertinya tetap punya lebih banyak kekuatan untuk melakukan berbagai hal. (Selengkapnya)

Bahaya “Social Distrust” bagi Kesehatan Mental

“Mengapa akhir-akhir ini semua orang seperti sangat sulit untuk dipercayai?”

Begitu kicau salah satu teman di akun twitter-nya. Saya membacanya dan langsung ikutan mikir. Semenjak Covid-19 merebak, tak terhitung banyaknya rangkaian analisa teori konspirasi yang punya prevalansi disinformasi merebak di masyarakat. Seakan-akan memang sudah tidak ada lagi yang bisa kita percayai. (Selengkapnya)

Prediksi Puncak Corona Pasca Lebaran

 

“Duh, gimana ya dek, ini kayaknya masih bakal lama deh WFH nya. Kita nunggu aja deh, liat semingguan lagi, angka positif nya kayaknya bakal melambung. Gak tahu kapan berakhir ini.”

Begitu kata sepupu saya saat silaturahmi virtual di hari Lebaran kemarin. Ia mengeluhkan begitu banyak orang di kampung halaman kami yang katanya terlihat pulang dari masjid sudah tidak menggunakan masker berjalan kaki menuju rumah-rumah mereka.  (selengkapnya)